Sejarah Awal Mula Menjadi Provinsi Sumatera Barat

Sejarah Awal Mula Menjadi Provinsi Sumatera Barat


Sumatera Barat merupakan daerah administratif setingkat provinsi di Indonesia yang teritorialnya hampir identik dengan sebuah daerah budaya. Daerah budaya yang dimaksud ialah Minangkabau. Gejala kesamaan ini telah muncul sejak cikal-bakal daerah administratif Sumatera Barat terbentuk dan itu terjadi di zaman pemerintahan Belanda.

Gambar. Peta Sumatera Barat


Masa Kekuasaan Vereenigde Oost Indische Compagnie

Cikal bakal nama Sumatera Barat berasal dari zaman Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC). Perusahaan dagang milik Belanda itulah yang pertama kali menggunakan sebutan daerah administratifnya dengan nama Hoofdcomptoir van Sumatra's Westkust.

Daerah administratif ini dibentuk berawal dari pembukaan loji VOC di Pulau Cingkuak pada tahun 1663, kemudian diikuti oleh loji Padang pada tahun 1666 dan loji Air Bangis tahun 1669. Loji merupakan tempat tinggal, kantor, atau gudang tempat bangsa tersebut melakukan kegiatan perdagangan di kota-kota seberang laut.

Seiring pengaruh politik Belanda yang semakin kuat dan luasnya pengaruh ekonomi VOC  hingga akhir abad ke 17, perusahaan dagang Belanda itu mengubah status ketiga loji itu menjadi "unit administratif" yang dinamakan dengan comptoir.

Comptoir Pulau Cingkuak membawahi kawasan bagian Selatan Sumatera Barat, wilayahnya mulai Tarusan hingga Indrapura. Comptoir Padang membawahi kasawan antara Tarusan hingga ke Tiku dan Comptoir Air Bangis membawahi kawasan mulai dari Tiku hingga ke Air Bangis. Ketiga Comptoir inilah yang disatukan dalam satu wilayah yang diberi nama dengan Hoofdcomtoir van Sumatra's Westkust.

Pada abad ke 18 VOC juga berhasil membuka loji di Tapanuli, Tapus dan Barus. Pembukaan loji ini diiringan dengan perluasan kekuasaan VOC didaerah itu. Sehingga Hoofdcomtoir van Sumatra's Westkust mencakup kawasan pantai Barat Sumatera mulai dari Barus di Utara hingga Indrapura di Selatan.

Namun dalam kenyataannya, sejak pertama kali dibentuk hingga diambilalih oleh pemerintah Hindia Belanda, daerah yang benar-benar menjadi bagian unit administratif itu hanya mencakup kawasan mulai ari Air Bangis di Utara hingga Indrapura di Selatan. Sementara, kearah dalam sampai jajaran Bukit Baraisan, dan dibanya tempat lainnya hanya berjarak beberapa ratus meter dari bibir pantai.

Masa Republik Bataaf (Pengaruh Perancis)

Perubahan politik yang terjadi di Eropa akibat serangan Napoleon Bonaparte, berhasilnya dikuasai kerajaan Belanda oleh Prancis dan diubah menjadi Republik Bataaf, maka kekuasaan VOC di Pantai Barat Sumatera juga diambil alih oleh negeri Tricolor itu. Di tunjuk untuk berkuasa ialah La Meme. Pada tahun 1793 La Meme mengatakan dirinya menyatakan sebagai pengemban amanat Revolusi Perancis menguasai Padang dan kawasan-kawasan lain pantai Barat bagian tengah Sumatera.

Pernyataan ini ditandai dengan pengumandangan lagu Marseillaise serta pengibaran bendera Tricolor di Padang.

Masa Pemerintahan Inggris

Tak lama kemudian Inggris mengambil alih penguasaan Sumatera Barat. Inggris menjadikan daerah ini sebagai daerah administratif setingkat residentie serta menjadikannya sebagai bagian dari Gouverment Bengkulu yang dipimpin oleh seroang Luitenant-Governor. Goernment Bengkulu pada saat itu merupakan bagian dari Indian Government yang dipimpin oleh Governor General yang berpusat di India.

Pada masa pemerintahan Inggris, teritori Sumatera Barat merentang dari wilayah Kroe di Selatan hingga Sibulga di Utara. Kewilayah pedalaman masih tetap hingga kaki bagian Barat Pegunungan Bukit Barisan.

Berdasarkan Konvensi London 1814, Inggris harus mengembalikan semua bekas koloni VOC kepada pemerintah Hindia Belanda. Pelaksanaannya terlaksana baru dua tahun kemudian yaitu tahun 1819, masa interregnum Inggris resmi berakhir di wilayah Sumatera Barat. Penyerahan kekuasaan dari Inggris ke pemerintah Belanda berlarut lama disebabkan oleh keberatan yang diajukan oleh Raffles yang saat itu menjadi Luitenant Gouvernor Bengkulu.

Menurut Raffles Sumatera Barat berserta daerah pedalamannya adalah daerah kunci untuk menguasai kawasan timur. Serah terima antara Inggris dengan Belanda akhirnya terlaksana setelah Indian Government dan pihak kerajaan di Eropa ikut campur. Sementara, raffles dipercaya sebagai nakhoda pusat politik dan ekonomi Inggris yang baru di Singapura. Upacara serah terima dilaksanakan tanggal 19 Mei 1819 di Padang.

Masa Kekuasaan Hindia Belanda

Pemerintah Hindia Belanda menjadikan daerah ini menjadi daerah administratif setingkat residentie dan dinamakan dengan Residentie Padang. Dinamakan Residentie Padang karena wilayah yang menjadi residen ini hanya meliputi kawasan pantai sekitar kota Padang, yakni Padang, Pariaman, Pulau Cingkuak dan Air Haji.

Daftar Penguasa di Sumatera's Westkust
Daftar yang Pernah Berkuasa di Sumatra's Westkust


Sementara itu untuk daerah lain ang berada di bagian Utara pantai barat seperti Air Bangis, Natal dan Sibolga masih dikuasai oleh Inggris. Keputusan membentuk daerah setingkat residentie ini diputuskan oleh commissaris generaal di Batavia.

Komisaris Pemerintah Hindia Belanda di Padang yang dijabat oleh Du Puy sejak tahun 1818 menyadari bhawa daerah pedalaman begitu penting. Daerah pedalaman adalah penghasil utama berbagai produk perdagangan yang diekspor dari pantai barat.

Daerah pedalaman karena jumlah penduduknya yang banyak juga merupakan pasar utama dari berbagai jenis komoditas impor yang ditatangkan ari luar melalui kawasan pantai barat. Selain itu daerah pedalaman memiliki lokasi yang strategis, bagus untuk berhubungan dengan pantai timur dan barat Sumatera.

Komisaris ini sangat mengkhawatirkan bila penduduk di pedalaman mengalihkan hubungan dagangnya ke pantai timur, itu sama engan kematian bagi pantai barat Sumatera.

Ketika ada tawaran dari sekelompok penghulu yang dipimpin oleh Sutan Alam Bagagar Syah, tokoh yang mengatasnamakan dirinya sebagai Raja Minangkabau. Para pemuka masyarakat yang berasal dari Tanah Datar tersebut berjanji akan menyerahkan Kerajaan Minangkabau kepada Pemerintah Hindia Belanda jika bersedia membantu mereka berperang melawan Kaum Paderi. 

Berbekal dari perjanjian yang ditandatangani pada tanggal 10 Februari 1821 itulah Komisaris Du Puy mulai melakukan kampanye militer dan penetrasi politik Belanda ke wilayah pedalaman bagian tengah Sumatera. Daerah yang pertama dimasuki oleh Belanda ialah Tanah Datar, isusul kemudian wilayah Agam dan Limapuluh Kota.

Pada tahun 1823 pemerintah Hindia Belanda melakukan penataan ulang terhadap unit administratifnya. Residentie Padang dibah menjadi Residentie Padang en Onderhoorigheden (Keresidenan Padang dan Daerah Taklukkannya).

Keresidenan ini dibagi menjadi dua distrik, yaitu distrik Padang dan Minangkabau. Distrik Padang meliputih daerah Padang, Pariaman, Pulau Cingkuak dan Air Haji. Sedangkan, distrik Minangkabau mencakup wilayah sekitar Tanah Datar, Lintau, Agama dan sebagian Limapuluh Kota.

Setelah berhasil berperang selama 16 tahun menghadapi kaum Paderi, pemerintah Hindia Belanda meningkatkan status ari residentie menjadi gouvernement, dengan nama Gouvernement Sumatra's Westkust. Dengan perubahan status ini menandakan wilayahnya semakin luas dari daerah yang lama.

 Gouvernement saat ini setingkat dengan provinsi. Sedangkan residentie unit pemerintahan dibawah provinsi atau setingkat diatas kabupaten. Gouvoernement Sumatra's Westkust memiliki tiga unit administratif setingkat residentie, yaitu Residentie Padangsche Benedenlanden untuk daerah pesisir bagian selatan, Residentie Padangsche Bovenlanden untuk daerah pedalaman bagian selatan dan Residentie Tapanuli untuk daerah pesisir dan pedalaman bagian utara.

Peta Gouvernement sumatra's westkust
Gambar. Peta Gouvernement Sumatra's Westkust

Residentie Tapanuli oleh pemerintah Belanda pada tahun 1905 dikeluarkan dari Gouvernement Sumatra's Westkust dan menjadikannya sebagai keresidenan yang berdiri sendiri. Status Sumatera Barat menjadi gouvernement hingga tahun 1914, kemudian pemerintah Hindia Belanda menurunkan statusnya menjadi residentie dengan nama Residentie Sumatra's Westkust.

Masa Pendudukan Jepang

Ketika pemerintah militer Jepang berkuasa di Indonesia, wilayah administratif warisan pemerintah Hindia Belanda masih dilanjutkan. Terjadi perubahan dalam penamaan unit administratif yang sebelumnya bernama Residentie Sumatra's Westkust menjadi Sumatora Nishi Kaigan Shu, serta dikeluarkannya daerah Bangkinang dan dimasukkan ke daerah Riau Shu.

penguasa yang pernah memerintah di sumatera barat pada masa militer Jepang
Daftar Penguasa yang Memimpin di Sumatera Barat pada Masa Pendudukan Militer Jepang

Masa Kemerdekaan

Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 19 Agustus 1945 berhasil memutuskan pembentukan administratif wilayah Indonesia menjadi 8 Provinsi. Salah satunya ialah Provinsi Sumatera dengan kedudukan ibukotanya di Bukittinggi.

Berdasarkan Undang-Uang Nomor 10 pada tanggal 15 April 1948, Provinsi Sumatera dibagi menjadi tiga provinsi  yaitu Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Tengah, dan Sumatera Selatan. Wilayah Sumatera Barat masuk alam Provinsi Sumatera Tengah bersama daerah Riau dan Jambi. Sebagai Gubernur Sumatera Tengah pemerintah mengangkat Mohammad Nasroen, seorang birokrat dan ahli hukum yang menjabat sebagai Residen Sumatera Barat.

Provinsi Sumatera Tengah secara resmi dibubarkan pada tanggal 9 Agustus 1957 dengan dikeluarkannya Undang-undang Darurat Nomor 19 Tahun 1957 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat I Sumatera Barat, Jambi dan Riau. Undang-undang ini mewujudkan tiga "daerah swantantra tingkat I" dari bekas wilayah Sumatera Tengah:
  1. Sumatera Barat, berkedudukan di Bukittinggi (dipindahkan ke Padang pada tahun 1958), yang terdiri atas delapan kabupaten (Agam, "Padang/Pariaman", Solok, Pasaman, Sawahlunto/Sijunjung, "Limapuluh Kota", "Pesisir Selatan/Kerinci", dan Tanah Datar) dan enam "kotapraja" (Padang, Bukittinggi, Sawahlunto, Padangpanjang, Solok, dan Payakumbuh).
  2. Jambi, berkedudukan di Jambi, yang terdiri atas dua kabupaten (Batanghari dan Merangin).
  3. Riau, berkedudukan di Tanjung Pinang (dipindahkan ke Pekanbaru pada tahun 1959), yang terdiri atas empat kabupaten (Bengkalis, Kampar, "Inderagiri", dan Kepulauan Riau) dan sebuah kotapraja (Pekanbaru).
Setelah provinsi Sumatra Tengah dimekarkan berdasarkan Undang-undang Darurat Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1957. Pada tanggal 17 Mei 1959 ditunjuk untuk menjadi Gubernur di Sumatera Barat yaitu Kombes. Pol. (Purn.) Kaharuddin Datuak Rangkayo Basa yang sebelumnya, ia menjabat sebagai Kepala Kepolisian Sumatra Tengah.

Referensi


***

0 Response to "Sejarah Awal Mula Menjadi Provinsi Sumatera Barat"

Posting Komentar