Perjuangan bangsa Indonesia melawan kolonialisme Belanda mengalami perubahan besar setelah memasuki abad ke-20, khususnya setelah tahun 1908. Tahun ini menjadi tonggak penting karena menandai lahirnya pergerakan nasional Indonesia yang terorganisasi, modern, dan berlandaskan kesadaran sebagai satu bangsa. Berbeda dengan perjuangan sebelumnya yang bersifat kedaerahan dan mengandalkan perlawanan fisik, perjuangan setelah 1908 tampil dengan karakteristik baru yang lebih sistematis dan berjangka panjang.
Sebelum membahas faktor pendorong lahirnya pergerakan nasional dan dinamika organisasi-organisasi modern, penting untuk memahami terlebih dahulu karakteristik perjuangan bangsa Indonesia melawan kolonialisme setelah tahun 1908. Karakteristik inilah yang kemudian menjadi fondasi menuju kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945.
Berikut penjelasan lengkapnya.
1. Dipimpin dan Digerakkan oleh Kaum Terpelajar
Salah satu ciri paling menonjol dari perjuangan bangsa Indonesia setelah tahun 1908 adalah kepemimpinan kaum terpelajar. Perjuangan tidak lagi semata-mata dipimpin oleh raja, bangsawan, atau ulama karismatik, melainkan oleh kelompok masyarakat yang memperoleh pendidikan modern.
Munculnya kaum terpelajar tidak terlepas dari penerapan Politik Etis oleh pemerintah kolonial Belanda pada awal abad ke-20. Kebijakan ini membuka kesempatan bagi pribumi untuk mengenyam pendidikan Barat, baik melalui sekolah-sekolah seperti HIS, MULO, AMS, STOVIA, maupun pendidikan tinggi di Belanda. Dari lembaga pendidikan inilah lahir generasi cendekiawan Indonesia yang memiliki cara berpikir rasional, kritis, dan modern.
Tokoh-tokoh pergerakan seperti dr. Soetomo, Cipto Mangunkusumo, Ki Hajar Dewantara, Agus Salim, dan Mohammad Hatta merupakan contoh kaum terpelajar yang memimpin perjuangan melalui organisasi. Meskipun sebagian berasal dari kalangan bangsawan, mereka tidak lagi memperjuangkan kepentingan kelas atau daerah, melainkan kepentingan bangsa secara keseluruhan.
Organisasi yang mereka dirikan dan jalankan pun memiliki karakter yang beragam. Ada organisasi yang memilih sikap kooperatif dan moderat, seperti Budi Utomo dan Parindra, yang bersedia bekerja sama dengan pemerintah kolonial dalam batas tertentu. Di sisi lain, terdapat organisasi nonkooperatif dan radikal, seperti Indische Partij, PKI, dan PNI, yang menolak segala bentuk kerja sama dengan Belanda. Perbedaan sikap ini menunjukkan kematangan politik kaum terpelajar dalam merumuskan strategi perjuangan.
2. Bersifat Nasional dan Menumbuhkan Kesadaran Berbangsa
Karakteristik penting berikutnya adalah perjuangan yang bersifat nasional, bukan lagi kedaerahan. Sebelum tahun 1908, perlawanan terhadap kolonialisme umumnya terjadi secara terpisah-pisah di berbagai daerah, seperti Perang Diponegoro, Perang Aceh, Perang Padri, dan Perang Banjar. Masing-masing perjuangan berdiri sendiri dan mudah dipatahkan oleh Belanda.
Setelah tahun 1908, kondisi ini berubah. Hampir seluruh wilayah Nusantara telah berada di bawah satu sistem kekuasaan kolonial Belanda, baik dalam bidang politik, hukum, maupun pemerintahan. Hal ini merupakan bagian dari cita-cita Belanda melalui kebijakan Pax Neerlandica, yaitu penyatuan wilayah Hindia Belanda di bawah kendali kolonial.
Namun, di luar dugaan Belanda, keberhasilan Pax Neerlandica justru melahirkan rasa senasib sepenanggungan di kalangan rakyat Indonesia. Penderitaan akibat penjajahan tidak lagi dipandang sebagai masalah daerah tertentu, melainkan sebagai penderitaan bersama seluruh rakyat. Dari sinilah tumbuh kesadaran bahwa bangsa Indonesia memiliki nasib yang sama dan harus berjuang bersama.
Kesadaran ini kemudian berkembang menjadi kesadaran nasional, yaitu kesadaran sebagai satu bangsa (nation). Istilah Indonesia mulai digunakan secara luas untuk menyebut seluruh wilayah jajahan Hindia Belanda. Kata ini menjadi simbol identitas bersama yang melampaui suku, agama, dan daerah.
Peran kaum terpelajar sangat besar dalam menumbuhkan kesadaran berbangsa ini. Melalui pendidikan, para pelajar dari berbagai daerah dapat bertemu, berdiskusi, dan menyatukan pandangan tentang masa depan bangsa. Baik di sekolah-sekolah dalam negeri maupun di Belanda, mereka membangun jaringan intelektual yang memperkuat semangat persatuan nasional.
3. Perjuangan Menggunakan Jalur Organisasi Modern
Berbeda dengan perjuangan fisik sebelumnya, perjuangan melawan kolonialisme setelah tahun 1908 lebih banyak dilakukan melalui jalur organisasi. Meskipun perlawanan bersenjata masih terjadi secara sporadis, seperti pemberontakan PKI tahun 1926–1927 di Jawa dan Sumatra Barat, secara umum perjuangan diarahkan melalui cara-cara modern dan terorganisasi.
Para tokoh pergerakan menyadari bahwa bangsa Indonesia belum mampu menandingi kekuatan Belanda dalam hal keuangan, persenjataan, dan organisasi militer. Oleh karena itu, perjuangan dilakukan melalui:
- Pembentukan organisasi massa
- Diplomasi politik
- Kampanye melalui rapat umum
- Pemanfaatan media massa dan pers
- Aksi nonkooperatif seperti mogok dan penolakan kerja sama
Pada masa ini, muncul banyak surat kabar dan majalah yang dikelola oleh kaum pergerakan, seperti Medan Prijaji, Oetoesan Hindia, dan Indonesia Merdeka. Media massa menjadi alat penting untuk menyebarkan gagasan kebangsaan, mengkritik kebijakan kolonial, serta membangkitkan kesadaran politik rakyat.
Keunggulan perjuangan melalui organisasi terletak pada sistem kaderisasi. Jika sebelumnya perlawanan sangat bergantung pada figur tokoh karismatik, maka setelah 1908, organisasi pergerakan memiliki struktur yang memungkinkan regenerasi kepemimpinan. Dengan demikian, ketika seorang pemimpin ditangkap, diasingkan, atau wafat, perjuangan tetap berlanjut.
4. Memiliki Visi dan Misi yang Jelas: Indonesia Merdeka
Karakteristik terakhir dan paling menentukan adalah perjuangan yang memiliki visi dan misi yang jelas, yaitu kemerdekaan Indonesia. Sebelum tahun 1908, tujuan perjuangan umumnya terbatas pada pembebasan daerah masing-masing dari kekuasaan Belanda. Tidak ada gagasan menyeluruh tentang kemerdekaan nasional.
Setelah munculnya kesadaran nasional, arah perjuangan berubah secara fundamental. Organisasi-organisasi pergerakan mulai menyadari bahwa penjajahan hanya dapat diakhiri jika seluruh bangsa Indonesia bersatu dalam satu tujuan, yaitu merdeka sebagai negara yang berdaulat.
Pada awalnya, banyak organisasi bergerak di bidang sosial, budaya, dan ekonomi, seperti pendidikan rakyat, koperasi, dan peningkatan kesejahteraan. Namun seiring meningkatnya kesadaran politik, organisasi-organisasi tersebut mulai bersikap politis dan secara terbuka memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Visi kemerdekaan ini semakin tegas pada dekade 1920-an dan 1930-an, yang ditandai dengan lahirnya organisasi-organisasi nasionalis radikal dan peristiwa penting seperti Sumpah Pemuda 1928. Peristiwa ini menegaskan satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa: Indonesia.
Perjuangan bangsa Indonesia melawan kolonialisme setelah tahun 1908 memiliki karakteristik yang berbeda secara fundamental dibandingkan periode sebelumnya. Perjuangan dipimpin oleh kaum terpelajar, bersifat nasional, dilakukan melalui jalur organisasi modern, serta memiliki visi dan misi yang jelas menuju kemerdekaan Indonesia.
Perubahan karakter ini menjadikan perjuangan bangsa Indonesia lebih terarah, berkelanjutan, dan mampu bertahan menghadapi tekanan kolonial. Inilah fondasi utama yang akhirnya mengantarkan Indonesia menuju Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. ***

Posting Komentar untuk "Karakteristik Perjuangan Bangsa Indonesia Melawan Kolonialisme Setelah Tahun 1908"