Prasasti Canggal terletak di Desa Canggal, Kecamatan Salam, Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Prasasti ini berangka tahun 654 Saka (732 Masehi) serta menggunakan aksara Pallawa akhir dan berbahasa Sanskerta.
Pada saat ditemukan, prasasti Canggal kondisinya telah terbelah menjadi dua bagian, saat ini telah direstorasi, disatukan kembali. Pecahan yang lebih kecil ditemukan di halaman candi Gunung Wukir. Pecahan yang terbesar ditemukan di desa Canggal yang letaknya di bawah Gunung (bukit) Wukir. Sekarang prasasti Canggal disimpan di Museum Nasional.
Canggal merupakan prasasti nomor dua tertua di pulau Jawa setelah prasasti Tuk Mas yang menggunakan aksara Pallawa akhir dan bahasa Sansekerta. Angka tahun yang tertera dalam prasasti ini adalah sruti indrya rasa atau 654 (Saka), merupakan penggunaan candrasengkala tertua dalam prasasti di Indonesia.
Dari segi isinya, prasasti Canggal memberikan keterangan yang sangat penting bagi penulisan sejarah kuno Indonesia, khususnya di masa kerajaan Mataram Kuno, periode pemerintahan raja Sanjaya. Prasasti Canggal merupakan prasasti pertama yang dikeluarkan raja Sanjaya untuk memperingati pendirian lingga di atas bukit Sthirangga.
Pendirian lingga ini sebagai rasa syukur bahwa ia telah dapat membangun kembali kerajaan dan bertahta dengan aman tenteram setelah berhasil mengalahkan musuh-musuhnya. Mungkin sekali bangunan lingga itu ialah reruntuhan candi di atas Gunung Wukir, mengingat bahwa prasasti Canggal memang berasal dari halaman percandian itu.
Bait-bait awal dari prasasti Canggal ini berisi puji-pujian kepada dewa Siwa, Brahma, dan Wisnu (trimurti) dengan catatan bahwa pujian untuk Siwa sendiri sebanyak 3 bait. Ini menandakan bahwa agama yang dipeluk raja Sanjaya dan rakyatnya adalah Hindu Saiwa.
Sudah ada pemujaan terhadap trimurti secara bersama-sama, dan Siwa yang terutama dipuja. Prasasti Canggal merupakan sumber tertulis Indonesia tertua yang menyebut pulau Jawa atau Yawadwipa. Bait-bait selanjutnya mengenai pujian kepada pulau Yawa (Jawa) yang subur dan banyak menghasilkan gandum atau padi dan kaya akan tambang emas. Di pulau Yawa itu ada sebuah bangunan suci untuk pemujaan Siwa yang sangat indah, untuk kesejahteraan dunia yang dikelilingi oleh sungai-sungai yang suci, antara lain sungai Gangga. Bangunan suci itu terletak di wilayah Kunjarakunja.
Prasasti Canggal juga menyebutkan pendahulu raja Sanjaya. Disebutkan bahwa di pulau Yawa ini terdapat seorang raja bernama Sanna, yang memerintah dengan lemah lembut bagaikan seorang ayah yang mengasuh anaknya sejak kecil dengan penuh kasih sayang, dan dengan demikian dia menjadi termasyhur di mana-mana. Setelah ia dapat menaklukan musuh-musuhnya, ia memerintah dalam waktu yang lama dengan menjunjung tinggi keadilan bagaikan Manu. Akan tetapi setelah Sanna wafat, kembali ke surga untuk menikmati jasanya yang amat banyak, negeri dan rakyatnya menjadi sedih dan kebingungan karena kehilangan pelindungnya.
Adapun yang menjadi pengganti raja Sanna adalah Sanjaya, anak Sannaha, saudara perempuan raja Sanna. Ia seorang raja yang gagah berani, yang telah menaklukan raja-raja sekelilingnya. Bagaikan Raghu, ia juga dihormati oleh para pujangga karena dipandang sebagai raja yang paham meletakkan kakinya jauh di atas kepala raja-raja yang lain. Selama ia memerintah dunia ini yang berikatpinggangkan samudera, dan berdada gunung-gunung, rakyatnya dapat tidur di tepi jalan tanpa merasa takut akan penyamun dan bahaya lain. Oleh karena kemakmuran itu, Dewi Kali hanya menangis-nangis saja sebab tidak dapat berbuat apa-apa.
Isi Prasasti Canggal
Prasasti ini menceritakan tentang pendirian lingga (lambang Siwa) di desa Kunjarakunja oleh Sanjaya. Diceritakan pula bahwa yang menjadi raja mula-mula adalah Sanna, kemudian digantikan oleh Sanjaya anak Sannaha, saudara perempuan Sanna.
Terjemahan bebas isi prasasti adalah sebagai berikut:
Bait 1: Pembangunan lingga oleh Raja Sanjaya di atas gunung
Bait 2-6: Pujaan terhadap Dewa Siwa, Dewa Brahma, dan Dewa Wisnu
Bait 7: Pulau Jawa yang sangat makmur, kaya akan tambang emas dan banyak menghasilkan padi. Di pulau itu didirikan candi Siwa demi kebahagiaan penduduk dengan bantuan dari penduduk Kunjarakunjadesa
Bait 8-9: Pulau Jawa yang dahulu diperintah oleh raja Sanna, yang sangat bijaksana, adil dalam tindakannya, perwira dalam peperangan, bermurah hati kepada rakyatnya. Ketika wafat Negara berkabung, sedih kehilangan pelindung.
Bait 10-11: Pengganti raja Sanna yaitu putranya bernama Sanjaya yang diibaratkan dengan matahari. Kekuasaan tidak langsung diserahkan kepadanya oleh raja Sanna tetapi melalui kakak perempuannya (Sannaha)
Bait 12: Kesejahteraan, keamanan, dan ketentraman Negara. Rakyat dapat tidur di tengah jalan, tidak usah takut akan pencuri dan penyamun atau akan terjadinya kejahatan lainnya. Rakyat hidup serba senang.
Kunjarakunja-desa dapat berarti "tanah dari pertapaan Kunjara", yang diidentifikasikan sebagai tempat pertapaan Resi Agastya, seorang maharesi Hindu yang dipuja di India selatan. Dalam epik Ramayana, diceritakan bahwa Rama, Sinta, dan Laksmana mengunjungi pertapaan Agastya di gunung Kunjara.
Terjemahan lengkap berbahasa Indonesia adalah sebagai berikut
KLAUSA I
Ketika tahun ditandai dengan rasas, organ dan Veda (651 Saka)
dimana pemerintahan Sakas telah berlalu,
di bulan Kartika, pada hari Senin, hari ketiga belas,
di tengah hari yang cerah, di Bhadra yang dikenal sebagai Sthiranga,
Raja Sanjaya yang termahsyur, demi menciptakan ketenangan bagi rakyatnya,
didirikanlah pada sebuah bukit, Lingga dengan berbagai tanda keberuntungan.
KLAUSA II
Semoga Siva, matahari bagi dunia yang kelam, yang memiliki perhiasan berbentuk bulan sabit
berwarna menyerupai gelombang tinggi Gangga
dan memiliki kilau kalung berbentuk penguasa ular,
memiliki dalam dirinya kemegahan-kemegahan sang pencerah (*matahari)
yang dipuji oleh para dewa dengan kelembutan telapak tangan mereka
yang dilipat membentuk bejana,
memberkatimu secara sempurna.
KLAUSA III
Semoga dua teratai tak berdosa, yang berada di kaki “Dia yang bermata tiga” (*Siva),
yang berulang kali diagungkan oleh para penguasa yang bijak,
menunduk memberi penghormatan demi keselamatan mereka di surga,
yang diberikan kecupan oleh para dewa seperti Indra dan lainnya,
dengan mahkota berlekuk mereka yang menyerupai lebah,
dengan segera berganti warna karena cahaya
yang berasal dari kuku-kuku yang berkilau
menyerupai bunga teratai dan daun berwarna tembaga,
memberkatimu selama-lamanya.
KLAUSA IV
Semoga “Dia yang bermata tiga”, penguasa para makhluk,
yang rambutnya berhiaskan bulan sabit,
sumber segala keluhuran dan keindahan,
berkenan memberikan kebesarannya terhadap pengunduran diri mereka,
yang senantiasa menciptakan keajaiban,
para Yogi, yang memelihara dunia melalui delapan lekuk tubuhnya,
karena belas kasihan dan atas dasar kepedulian, melindungi kita
KLAUSA V
Semoga Siva, Dewa yang tak diputerakan dan guru keduniawian,
yang memiliki tubuh berwarna keemasan dan ikatan rambut,
yang menyerupai api yang membakar dirinya sendiri hingga cacat,
yang telah menciptakan dan menyatukan hukum keduniawian dalam kitab Weda,
yang merupakan sumber agama, kemakmuran duniawi dan permohonan,
yang memiliki kaki serupa teratai, yang selalu dipuja oleh para dewa,
yang merupakan penguasa para Yogi dan yang dihormati oleh orang-orang bijak,
memberikan dirimu kemuliaan.
KLAUSA VI
Semoga Dewa Sri (Vishnu) yang dari kejauhan tampak seperti Dewi Kekayaan
dengan tatapan kemarahan dan kerutan kening, yang terbaring di tempat tidur berair
dengan mata menyerupai kelopak teratai merah yang sedang bermeditasi,
dan yang selalu dipuja oleh para dewa demi melindungi mereka,
memberikanmu kemakmuran.
KLAUSA VII
Tersebutlah sebuah pulau yang indah bernama Yava (Java)
yang tak tertandingi oleh yang lain,
yang memiliki biji-bijian berlimpah seperti padi dan lainnya,
yang terdapat tambang emas yang dimiliki oleh para dewa,
adalah merupakan tempat yang paling indah dan menawan,
Kuil Siva yang mensejahterakan dunia,
yang didirikan oleh sebuah keluarga,
yang berasal dari tanah termahsyur Kunjarakunja.
KLAUSA VIII
Di pulau mahsyur bernama Yava tersebut,
yang kemudian menjadi **(rumah) bagi seorang lelaki dengan karakter kuat,
Yang Utama dari seorang Raja, dilahirkan dengan nama SANNA.
sosok yang sangat tenar, yang diluar keterikatan terhadap rakyatnya,
memerintah dengan cara yang tepat, melalui jalan damai, konsiliasi dan pemberian hadiah,
seperti seorang ayah membesarkan anaknya,
sosok yang musuh-musuh tunduk padanya,
melindungi bumi sepanjang waktu dengan keadilan seperti MANU.
KLAUSA IX
Dalam keadaan ini, sementara Raja Sanna memerintah sebagai Dewi yang berkedudukan,
dalam perjalanannya, dan dalam rangka menunaikan tugasnya,
pergi menikmati kebahagiaan yang telah dikumpulkan oleh keluarganya,
kemudian dunia dipisahkan dari dirinya,
tenggelam dalam kesedihan karena kehilangan seorang pemimpin.
KLAUSA X
Dia, yang naik tahta setelahnya,
memiliki penguasaan dan kebaikan yang tiada tara,
dan serupa dengan Gunung Meru.
Dia berparas cerah seperti emas atau api yang menyala
(seperti juga Gunung Meru yang berwarnya putih)
Ia memiliki lengan panjang, kaki yang besar
dan kepala yang terangkat tinggi
(seperti Gunung Meru dengan dasar yang besar dan puncak yang tinggi)
yang di bumi ini tiada penguasa lain yang menandingi keutamaan posisi
dan keangkuhannya, yang hanya menyerupai gunung utama (Kulacala)
(sebagaimana Gunung Meru memiliki posisi yang lebih utama dan lebih tinggi
dibandingkan gunung-gunung utama lainnya, pusaka (pembawa bumi).
Sumber
1. Prasasti Canggal. Diakses dari halaman kebudayaan.kemdikbud.go.id
2. Prasasti Canggal. Diakses dari laman https://yoedana.wordpress.com/2011/09/16/prasasti-canggal/
3. Wikipedia. Prasasti Canggal. Diakses dari laman https://id.wikipedia.org/wiki/Prasasti_Canggal
oOo
0 Response to "Prasasti Canggal"
Posting Komentar