Mohammad Roem (1908–1983) adalah salah satu diplomat dan pemimpin politik paling berjasa dalam sejarah Indonesia. Sebagai tokoh pergerakan Islam, pendiri Masyumi, serta pejabat negara yang pernah menjabat sebagai Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Wakil Perdana Menteri, Roem terkenal karena keteguhan moral dan keberanian intelektualnya.
Gambar. Susasan Perjanjian Roem Roijen
Salah satu momen paling penting dalam kiprah diplomatiknya adalah ketika Roem menjadi delegasi Indonesia dan memimpin perundingan Perjanjian Roem–Roijen (atau Roem–Royen) pada tahun 1949.
Artikel ini membedah latar belakang, proses, isi, dampak, dan pelajaran dari Perjanjian Roem–Roijen, serta bagaimana Mohammad Roem memainkan perannya dalam perjuangan diplomasi Indonesia.
Latar Belakang Sejarah: Sebelum Perjanjian Roem–Roijen
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, Indonesia menghadapi berbagai tantangan tidak hanya militer tetapi juga diplomatik. Belanda melakukan berbagai agresi militer dan upaya untuk kembali menguasai wilayah, sementara diplomasi internasional dan tekanan politik dunia luar mulai menjadi faktor penting dalam mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.
Sebelum Roem–Roijen, telah ada beberapa perjanjian antara Indonesia dan Belanda, seperti Perjanjian Linggarjati (1946) dan Perjanjian Renville (1948). Namun, agresi militer Belanda ke Indonesia terus berlanjut, termasuk Agresi Militer II, yang menyebabkan ketegangan politik dan militer makin memuncak. Republik Indonesia sedang dalam posisi sulit: pemimpin ditawan, sebagian wilayah dikuasai Belanda, dan pemerintah Republik harus bekerja di bawah tekanan militer dan diplomasi.
Pada masa itu, dunia internasional—termasuk PBB dan negara-negara tetangga seperti Australia—mulai memperhatikan konflik Belanda–Indonesia. Karena tekanan ini, Belanda terdorong untuk membuka jalur diplomasi kembali agar konflik tidak semakin mencoreng citra internasional dan agar tekanan politik serta ekonomi tidak terus memburuk.
Siapa Mohammad Roem dan Kenapa Ia Penting
Mohammad Roem lahir di Parakan, Temanggung, Jawa Tengah, 16 Mei 1908. Ia mengenyam pendidikan formal mulai dari Volkschool, kemudian HIS (Hollandsche Inlandsche School), STOVIA, AMS, dan akhirnya Rechtshoogeschool te Batavia, tempat ia meraih gelar Meester in de Rechten pada 1939.
Sejak muda, Roem aktif di organisasi Islam seperti Jong Islamieten Bond dan Sarekat Islam, yang menumbuhkan kesadaran kebangsaan dan nilai-nilai etika dalam dirinya. Ia kemudian menjadi salah satu tokoh utama Masyumi setelah kemerdekaan.
Dalam konteks revolusi kemerdekaan, Roem sudah berpengalaman sebagai anggota delegasi dalam beberapa perundingan penting: Linggarjati, Renville, dan tentu saja Roem–Roijen. Karakter diplomatiknya: sabar, berhati-hati, memiliki kemampuan negosiasi yang kuat, dan tetap tegar di bawah tekanan.
Perundingan Roem–Roijen: Proses Negosiasi
Perundingan Roem–Roijen dimulai sekitar 14 April 1949, dan berakhir dengan penandatanganan pada 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Mohammad Roem, sedangkan pihak Belanda dipimpin oleh Jan Herman van Roijen, dari mana nama perjanjian itu berasal (Roem–Van Roijen).
Negosiasi tidak mudah. Ada banyak ketegangan militer, politik, dan psikologis. Pemimpin Republik Indonesia banyak yang sedang ditawan, posisi Yogyakarta sebagai ibu kota darurat terancam, dan Belanda melakukan tekanan militer. Indonesia dalam posisi harus menjaga legitimasi dan keutuhan wilayah sambil juga menghindari kerugian diplomatik atau kehilangan pengakuan internasional.
Mohammad Roem melakukan pendekatan diplomasi yang cermat, menggabungkan koalisi dukungan dari tokoh Republik yang ditawan, memanfaatkan tekanan internasional, dan menjaga kredibilitas Republik di mata dunia.
Isi Utama Perjanjian & Kesepakatan
Perjanjian Roem–Roijen menetapkan beberapa poin penting yang menjadi landasan menuju pengakhiran konflik dan transisi diplomatik:
1. Gencatan Senjata dan Penghentian Operasi Militer
Belanda sepakat menghentikan operasi militer dan agresi, termasuk penarikan mundur pasukan Belanda.
2. Pembebasan Tahanan Politik
Pemerintah Republik Indonesia yang ditawan atau diasingkan akan dibebaskan.
3. Pengembalian Pemerintahan Republik ke Yogyakarta
Yogyakarta yang sempat kehilangan kontrol Republik karena pendudukan akan dikembalikan sebagai pusat pemerintahan Republik sementara sebelum kedaulatan sepenuhnya diakui.
4. Langkah Menuju Konferensi Meja Bundar (KMB)
Perjanjian ini membuka jalan bagi diadakannya Konferensi Meja Bundar di Den Haag yang nantinya akan membahas status kedaulatan Indonesia secara penuh.
5. Pengawasan Internasional
Penarikan mundur Belanda dan penghentian agresi akan diawasi oleh Komisi Tiga Negara / lembaga internasional yang relevan.
Dampak & Signifikasi Perjanjian Roem–Roijen
Perjanjian ini memiliki dampak yang sangat besar bagi Indonesia, baik dalam konteks politik domestik maupun diplomasi internasional:
Pengembalian Legitimasi Pemerintah Republik
Pengembalian legitimasi pemerintah Republik yang sebelumnya dalam keadaan tertekan karena agresi dan pemimpin yang ditahan. Pengembalian ke Yogyakarta menjadi simbol bahwa pemerintah tetap berdiri dan berdaulat secara administratif.
Mendorong Konferensi Meja Bundar
Tanpa Roem–Roijen, KMB mungkin tidak akan terlaksana dengan efektif. KMB akhirnya menjadi forum di mana Belanda menyerahkan kedaulatannya kepada Indonesia pada akhir 1949.
Perubahan strategi Belanda
Perjanjian ini menunjukkan bahwa tak hanya kekuatan militer yang menentukan, tetapi diplomasi internasional dan opini publik internasional sangat penting. Belanda mulai menyadari bahwa agresi militer terus-menerus akan membawa tekanan politik, ekonomi, dan diplomasi yang merugikan.
Inspirasi bagi diplomasi Indonesia selanjutnya
Roem sebagai tokoh yang mengedepankan kesabaran, etika, dan kepentingan nasional menjadi teladan bagi diplomat dan pemimpin berikutnya. Cara berundingnya yang tidak gegabah menunjukkan bahwa pertahanan kedaulatan bukan hanya soal senjata, tetapi juga nalar dan integritas.
Pelajaran dari Mohammad Roem dan Perjanjian Roem–Roijen untuk Saat Ini
Diplomasi sebagai Jalan Utama
Konflik militer bisa memberi kerusakan besar, tapi diplomasi yang baik, dengan integritas dan keteguhan moral, bisa menghasilkan solusi yang lebih tahan lama.
Pentingnya Kesabaran dan Strategi
Roem menunjukkan bahwa dalam situasi tekanan ekstrem, kesabaran, ketenangan, dan strategi negosiasi bisa menjadi keunggulan.
Legitimasi Pemerintah & Sentralitas Identitas Nasional
Pengembalian Yogyakarta dan pembebasan pemimpin adalah bukan sekadar simbol, tapi penting untuk legitimasi pemerintahan dan menjaga semangat rakyat.
Peran Internasional
Tekanan dari negara lain dan badan internasional (PBB, media dunia) penting dalam memperkuat posisi diplomatik sebuah negara yang sedang berjuang untuk kemerdekaan atau keadilan.
Nilai Moral dan Etika dalam Diplomasi
Tidak hanya “apa yang dituntut”, tetapi bagaimana cara menuntut — Roem memimpin dengan cara yang menunjukkan bahwa Indonesia bukan pihak yang terdesak tetapi memiliki hak moral.
Kesimpulan
Perjanjian Roem–Roijen adalah salah satu tonggak penting dalam perjalanan diplomasi kemerdekaan Indonesia. Di dalamnya terkandung bagaimana kekuatan diplomasi dapat berfungsi sebagai senjata yang efektif dalam menghadapi agresi militer dan tekanan kolonial. Mohammad Roem, sebagai pemimpin delegasi, memainkan peranan sentral: ia bukan hanya negosiator, tetapi simbol keutuhan nasional, moralitas, dan kecerdasan diplomatik.
Di era saat ini, ketika konflik, ketegangan politik, dan persaingan global masih sering mengedepankan kekuatan kasatmata, kisah Roem mengingatkan kita bahwa kejujuran, kepemimpinan yang memiliki integritas, dan diplomasi yang manusiawi tetap relevan. Untuk generasi muda, mengenal dan meneladani tokoh seperti Mohammad Roem adalah suatu keharusan — agar nilai-nilai luhur perjuangan untuk kemerdekaan tidak lekang dimakan zaman.
Kata Kunci
# Mohammad Roem #Perjanjian Roem–Roijen #Roem-Royen #Delegasi Indonesia #Diplomasi kemerdekaan Indonesia #Konferensi Meja Bundar #Sejarah Indonesia 1949 #Tokoh Pejuang Diplomasi***
0 Response to "Mohammad Roem: Arsitek Diplomasi di Balik Perjanjian Roem–Roijen"
Posting Komentar