zmedia

Pengaruh Kolonialisme Portugis terhadap Kehidupan Politik, Sosial, dan Budaya Nusantara hingga Kini

Kolonialisme merupakan salah satu faktor penting yang membentuk wajah Indonesia modern hari ini. Jauh sebelum bangsa Belanda mendominasi Nusantara, bangsa Portugis telah lebih dahulu datang dan meninggalkan jejak yang cukup dalam, terutama dalam bidang agama, kesenian, dan bahasa. Meskipun secara politik Portugis tidak lama berkuasa di wilayah Nusantara, pengaruh sosial dan budaya yang mereka bawa terbukti bertahan hingga ratusan tahun kemudian.


Kehadiran Portugis di Nusantara sejak awal abad ke-16 tidak dapat dilepaskan dari semangat penjelajahan samudra, pencarian rempah-rempah, serta misi penyebaran agama Katolik. Dari Maluku hingga Flores dan Timor, pengaruh kolonialisme Portugis membentuk identitas lokal yang unik dan berbeda dari wilayah Nusantara lainnya. Hingga hari ini, warisan tersebut masih dapat kita jumpai dalam kehidupan masyarakat Indonesia.

Latar Belakang Kedatangan Portugis ke Nusantara

Bangsa Portugis merupakan pelopor penjelajahan samudra bangsa Eropa. Setelah berhasil menaklukkan Konstantinopel oleh Turki Utsmani pada tahun 1453, jalur perdagangan rempah-rempah melalui Laut Tengah tertutup. Kondisi ini mendorong bangsa Eropa, termasuk Portugis, untuk mencari jalur laut langsung ke Asia.

Pada tahun 1511, Portugis berhasil menaklukkan Malaka di bawah pimpinan Alfonso d’Albuquerque. Sejak saat itu, Portugis mulai memperluas pengaruhnya ke berbagai wilayah Nusantara, terutama daerah penghasil rempah-rempah seperti Maluku. Namun, selain kepentingan ekonomi, misi penyebaran agama Katolik juga menjadi agenda penting Portugis.

Pengaruh Kolonialisme Portugis dalam Bidang Agama

Awal Masuknya Agama Katolik ke Nusantara

Menurut sejarawan Denys Lombard, umat Kristen tertua di Indonesia adalah penganut Katolik. Menariknya, penyebaran agama Katolik di Nusantara telah dimulai jauh sebelum kedatangan bangsa Portugis secara resmi. Pada abad ke-14, sejumlah rohaniwan Katolik telah singgah di wilayah Nusantara dalam perjalanan mereka menuju Asia Timur.

Salah satu tokoh penting adalah Odorico de Pordenone, seorang rohaniwan Fransiskan asal Italia. Dalam perjalanannya ke Tiongkok, Odorico singgah di istana Majapahit dan Bandar Lamuri di Aceh pada tahun 1321. Catatan perjalanannya menjadi bukti bahwa Nusantara telah dikenal dalam jaringan dunia Kristen Eropa jauh sebelum kolonialisme formal berlangsung.

Jejak Odorico kemudian diikuti oleh Joao de Marignolli, seorang rohaniwan Fransiskan lainnya. Pada tahun 1347, ia tercatat diterima dengan baik di istana Samudera Pasai. Meskipun keberadaan mereka belum menghasilkan komunitas Katolik yang besar, hal ini menunjukkan adanya kontak awal antara dunia Kristen Eropa dan Nusantara.

Peran Portugis dalam Penyebaran Katolik

Penyebaran agama Katolik secara lebih masif terjadi setelah Portugis menetap di Nusantara. Mereka tidak hanya berdagang, tetapi juga aktif mengirim misionaris ke wilayah-wilayah yang dikuasainya. Salah satu misionaris paling terkenal adalah Fransiskus Xaverius, anggota Serikat Yesus (Yesuit).

Antara tahun 1546 hingga 1547, Fransiskus Xaverius mengunjungi Ambon, Ternate, dan Halmahera. Ia membaptis ribuan penduduk lokal dan meletakkan dasar komunitas Katolik di Maluku. Selain Yesuit, misionaris dari Ordo Fransiskan dan Dominikan juga aktif menyebarkan Katolik, terutama di wilayah Nusa Tenggara Timur.

Larantuka di Flores Timur menjadi pusat penting penyebaran Katolik. Dari wilayah ini, ajaran Katolik menyebar ke Minahasa, Bolaang Mongondow, Pulau Siau, Kepulauan Sangihe Talaud, Blambangan, hingga Panarukan. Hingga kini, Flores dan Timor dikenal sebagai wilayah dengan mayoritas penduduk Katolik di Indonesia.

Warisan Keagamaan Portugis hingga Kini

Pengaruh Portugis dalam bidang agama masih sangat terasa. Salah satu bentuk warisan tersebut adalah penggunaan nama keluarga yang bercorak Portugis, seperti da Cruz, da Costa, da Cunha, de Rosari, da Gomes, Fernandez, dan Rodriguez. Nama-nama ini banyak ditemukan di Timor dan Flores bagian timur.

Selain itu, tradisi keagamaan warisan Portugis masih lestari, terutama perayaan Semana Santa di Larantuka. Upacara Tri Hari Suci ini merupakan salah satu ritual Katolik tertua di Asia dan setiap tahun menarik ribuan peziarah dari dalam dan luar negeri. Tradisi ini menjadi bukti nyata bahwa kolonialisme Portugis tidak hanya meninggalkan jejak politik, tetapi juga membentuk identitas religius masyarakat setempat.

Pengaruh Portugis dalam Bidang Kesenian

Asal-Usul Musik Keroncong

Salah satu warisan budaya Portugis yang paling dikenal di Indonesia adalah musik keroncong. Musik ini memiliki akar dari musik Portugis abad ke-16 yang disebut fado. Kata fado berasal dari bahasa Latin fatum yang berarti nasib, mencerminkan suasana lagu yang melankolis dan penuh ratapan.

Fado awalnya dibawa oleh budak-budak kulit hitam dari Cape Verde, Afrika Barat, ke Portugal sejak abad ke-15. Seiring waktu, fado berkembang menjadi musik perkotaan yang populer di kalangan masyarakat Portugis dan sering digunakan sebagai pengiring tarian.

Perpaduan Budaya Islam dan Portugis

Menariknya, perkembangan fado tidak terlepas dari pengaruh Islam. Ketika bangsa Moor dari Afrika Utara menaklukkan Semenanjung Iberia pada abad ke-7 di bawah pimpinan Tariq ibn Ziyad, unsur budaya Islam turut memengaruhi seni dan musik Portugis. Tarian yang diiringi fado kemudian dikenal dengan nama moresco.

Moresco merupakan tarian hiburan kaum elite Portugis dan biasanya dibawakan oleh penari Moor. Alat musik pengiringnya adalah gitar kecil bernama cavaquinho, yang kemudian menjadi cikal bakal alat musik keroncong.

Keroncong di Nusantara

Para pelaut Portugis membawa cavaquinho ke Nusantara pada masa penjelajahan samudra. Ketika digunakan untuk mengiringi tarian dan lagu lokal, masyarakat Nusantara menamai bunyi alat musik tersebut sebagai “keroncong” karena suara khas “crong-crong” yang dihasilkannya.

Jejak musik keroncong masih dapat ditemukan di Kampung Tugu, Jakarta Utara. Penduduk Kampung Tugu berasal dari berbagai koloni Portugis seperti Malaka, Goa, Malabar, hingga Sri Lanka. Pada abad ke-17, mereka diboyong Belanda ke Batavia dan kemudian menetap di kawasan tersebut.

Selain Jakarta, pengaruh seni Portugis juga masih terasa di Maluku Utara, Maluku Tengah, Ambon, Solor, dan Flores. Hingga kini, musik keroncong menjadi bagian dari identitas musik nasional Indonesia.

Pengaruh Portugis dalam Bidang Bahasa

Serapan Bahasa Portugis dalam Bahasa Indonesia

Pengaruh kolonialisme Portugis juga tampak jelas dalam bidang bahasa. Banyak kosakata Portugis yang diserap ke dalam bahasa Indonesia dan masih digunakan hingga saat ini. Hal ini menunjukkan bahwa interaksi budaya antara Portugis dan masyarakat Nusantara berlangsung cukup intens.

Beberapa contoh kata serapan Portugis antara lain:

  • armada (armada)
  • bendera (bandera)
  • gereja (igreja)
  • keju (queijo)
  • lemari (almário)
  • minggu (domingo)
  • misa (missa)
  • sepatu (sapato)

Kata-kata tersebut tidak hanya digunakan dalam konteks sejarah, tetapi telah menjadi bagian dari kosakata sehari-hari masyarakat Indonesia.

Bahasa sebagai Jejak Sejarah

Masuknya kata-kata Portugis ke dalam bahasa Indonesia menunjukkan bahwa kolonialisme tidak hanya berlangsung melalui kekuasaan politik, tetapi juga melalui interaksi sosial yang intens. Bahasa menjadi medium pertukaran budaya yang paling tahan lama, bahkan ketika kekuasaan politik Portugis telah lama berakhir.

Meskipun Portugis tidak lama menguasai wilayah Nusantara secara politik, pengaruh kolonialisme mereka terbukti sangat mendalam dalam bidang agama, kesenian, dan bahasa. Dari komunitas Katolik di Flores dan Timor, musik keroncong yang mendunia, hingga kosakata sehari-hari yang kita gunakan, semua menjadi bukti nyata warisan Portugis di Indonesia.

Memahami pengaruh kolonialisme Portugis bukan sekadar mengenang masa lalu, tetapi juga membantu kita melihat bagaimana identitas bangsa Indonesia terbentuk melalui proses sejarah yang panjang dan kompleks. Dengan memahami sejarah ini, kita dapat lebih menghargai keragaman budaya Nusantara sebagai hasil pertemuan berbagai peradaban dunia. ***

Posting Komentar untuk "Pengaruh Kolonialisme Portugis terhadap Kehidupan Politik, Sosial, dan Budaya Nusantara hingga Kini"