Pada materi sebelumnya kamu telah mempelajari bagimana pemerintah Belanda mengambil kebijakan jalan tengah bersama komisaris jenderal. Namun kebijakan ini tidak begitu menguntungkan, kemerosotan ekonomi mengalami tingkat keparahan. Untuk mengatahi ini pemerintah Belanda mengambil kebijakan baru, kebijakan yang seperti apa?
Kekosongan kas negeri jajahan "Hindia Belanda" dan besarnya pengeluaran untuk menghadapi perlawanan seperti Perang Paderi, Perang Diponegoro, dan juga permasalah di dalam negerinya sendiri seperti pisahnya Berlgia mendorong pemerintah Belanda terus mencari cara bagaimana guna mengatasi permasalahan perekonomiannya.
Berbagai pendapat bagaimana cara mengatasi permasalah ekonomi pemerintah Belanda bermunculan baik pendapat dari para pemimpin dan tokoh masyarakat. Pada tahun 1829 dilontarkan ide untuk melaksanakan Tanam Paksa di Indonesia. Sistem Tanam Paksa diinisiasi dan dilaksanakan oleh Johannes Van den Bosch.
Johannes Van den Bosch berpendapat untuk memperbaiki ekonomi di Negeri Belanda, di tanah jajahan harus diterapkan penanaman tanaman yang laku di pasar dunia. Menurutnya tanah jajahan itu fungsinya sebagai tempat mengambil keuntungan bagi negeri induk, dengan kata lain Jawa harus diekspoitasi semaksimal mungkin untuk keuntungan neger panjajah.
Masih menurut Van den bosch cara paksaan seperti yang pernah dilakukan masa VOC adalah cara yang terbaik untuk memperoleh tanaman ekspor untuk pasaran Eropa. Dengan membawa dan memperdagangkan hasil tanaman sebanyak-banyaknya ke Eropa, maka akan mendatangkan keuntungan yang sangat besar bagi pemerintah Belanda.
Bagaimana ide Van den Bosch ini? ide ini disambut baik oleh raja Willem dengan menyetujuinya serta mengangkat Van den Bosch pada tahun 1830 sebagai Gubernur Jenderal baru di Hindia Belanda. Secara umum tanam paksa mewajibkan para petani untuk menanam tanaman-tanaman yang laku di pasaran Eropa. Jenis tanamannya seperti tembakau, kopi, tebu, dan nila.
Peraturan Tanam Paksa
ketentuan pokok sistem tanam paksa tertera dalam Stadsblad (lembaran negara) tahun 1834 No 22. Ketentuan dalam tanam paksa meliputi:
- Persetujuan akan diadakan dengan penduduk supaya mereka menyediakan sebagian tanahnya untuk penanaman tanaman yang dapat dijual di pasar Eropa.
- Bagian tanah pertanian yang disediakan penduduk untuk tujuan ekspor tidak boleh melebihi seperlima dari tanah pertanian yang dimiliki penduduk desa.
- Pekerjaan yang diperlukan untuk menanam tanaman dagangan tidak boleh melebihi pekerjaan yang diperlukan untuk menanam padi.
- Bagian tanah yang disediakan untuk menanam tanaman dagangan dibebaskan dari pembayaran pajak tanah.
- Hasil dari tanah yang disediakan wajib diserahkan kepada pemerintah Hindia Belanda. Jika nilai hasil tanaman dagangan yang ditaksir melebihi pajak tanah yang harus dibayar rakyat, kelebihannya dikembalikan kepada rakyat.
- Kegagalan yang bukan disebabkan oleh petani menjadi tanggung jawab pemerintah.
- Pelaksanaan Cultuurstelsel diserahkan kepada pemimpin pribumi. Sementara pemerintah Belanda hanya jadi pengawas.
Penyimpangan Tanam Paksa
Pelaksanaan tanam paksa telah mengalami penyimpangan dari aturan awal seperti:
- Pelaksanaan seharusnya sukarela, tetapi dilaksanakan dengan cara-cara paksaan. Pemerintah kolonial memaksa rakyat melalui Bupati dan kepala desa.
- Luas tanah yang disediakan penduduk lebih dari seperlima. Bahkan sampai harus menyerahkan sepertiga hingga seluruh tanah desa dengan alasan agar lebih mudah pengerjaan, pengairan, dan pengawasan oleh pemerintah kolonial Belanda.
- Pengerjaan tanaman ekspor diprioritaskan dari pada padi sehingga tanah pertanian rakyat justru tidak terurus.
- Pajak tanah masih dikenakan pada tanah yang digunakan untuk proyek tanam paksa.
- Kelebihan hasil panen setelah diperhitungkan dengan pajak tidak dikembalikan pada petani.
- Kegagalan panen menjadi tanggung jawab petani.
- Buruh dipekerjakan secara paksa seperti yang terjadi di Rembang, Jawa Tengah. Sejumlah 34.000 keluarga selama 8 bulan setiap tahun diharuskan mengerjakan tanaman dagang dengan upah sangat kecil.
Kebijakan Tanam Paksa membawa penderitaan bagi rakyat. Banyak rakyat yang jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia. Rakyat dipaksa fokus bekerja untuk kebijakan Tanam Paksa, sehingga nasib sendiri dan keluarga terbengkalai. Bahkan muncul bahaya kelaparan dan kematian yang terjadi di beberapa daerah seperti di Cirebon (1843 - 1844), di Demak (1849) dan Grobongan tahun 1850.
Sementara dampak Tanam Paksa bagi pemerintah Belanda mengalami sebaliknya. Pemerintah Belanda berhasil mengeruk keuntungan yang sangat besar dari tahun 1831 hingga tahun 1877 perbendaharaan kerajaan Belanda mencatat kekayaan mencapai 832 juta gulden, hutang-hutang lama VOC juga dapat dilunasi, berhasil membangun kubu-kubu dan bentang pertahanan.
Referensi
- Sardiman AM, dkk. 2017. Sejarah Indonesia Kelas XI. Kementrian Pendidikan:Jakarta. *
0 Response to "Sistem Tanam Paksa (Culture Stelsel)"
Posting Komentar