Sejarah Kerajaan Mataram Islam

Sejarah Kerajaan Mataram Islam

sejarah kerajaan mataram islam

Kerajaan Mataram Islam merupakan kerajaan bercorak agam Islam yang dahulu pernah berjaya dalam sejarah Indonesia. Kerajaan ini diperkirakan telah berdiri sejak abad ke-15 yang berpusat di Kota Gede, Yogyakarta.

Daftar Isi

  • Berdirinya Kerajaan Mataram Islam
  • Masa Pemerintahan Sutawijaya (Panembahan Senopati)
  • Masa Pemerintahan Raden Mas Jolang (Panembahan Hanyokrowati)
  • Masa Pemerintahan Raden Mas Rangsang (Sultan Agung Hanyokrokusumo)
  • Masa Pemerintahan Raden Mas Sayidin (Amangkurat I)
  • Masa Pemerintahan Raden Mas Rahmat (Amangkurat II)

Berdirinya Kerajaan Mataram Islam

Berdirinya Kerajaan Mataram Islam berawal dari sebidang tanah perdikan yang diberikan oleh Sultan Hadiwijaya (Mas Karebet) dari Kesultanan Pajang kepada Ki Pemanahan sebagai bentuk balas jasa karena telah membantu dalam menaklukkan perlawanan terhadap Arya Penangsang (Jipang).

Jaka Tingkir kemudian mendirikan Kerajaan Pajang, dan menghadiahkan tanah Mentaok (di Kotagede, Yogyakarta sekarang) kepada Ki Ageng Pamanahan dan Sutawijaya.

Sebidang tanah tersebut dulunya merupakan hutan atau alas bernama mentaok, kemudian oleh Ki Pemanahan dilakukan pembabadan atau biasa disebut dengan babad alas. Tidak kurang selama 7 tahun Ki Pemanahan membangun Mataram dan menjadikannya sebagai pusat kekuasaan baru yang diberi nama Kota Gede.

Selanjutnya setelah Ki Pemanahan wafat pada tahun 1584 Masehi, ia digantikan oleh putranya yang bernama Sutawijaya. Ternyata selama dipimpin oleh Sutawijaya, Mataram berhasil berkembang dan mampu mengalahkan Kerajaan Pajang. 

Dengan demikian Sutawijaya naik takhta setelah merebut wilayah Pajang dari Hadiwijaya dengan gelar Panembahan Senopati. Pada saat itu wilayah Kerajaan Mataram hanya hutan mentaok dan bekas Kerajaan Pajang, dan mendirikan kerajaan Mataram Islam pada tahun 1582 M.

Pemerintahan Sutawijaya (Panembahan Senopati)

Awal mula berdirinya kerajaan Mataram Islam ketika Sutawijaya dan Ki Ageng Pamanahan membantu Jaka Tingkir membunuh Aryo Penangsang.  Pada masa kepemimpinan Ki Ageng Pamanahan status Mataram Islam hanyalah sebuah kadipaten di Kerajaan Pajang.

Pasca berhasil memerdekan kerajaan Mataram Islam, Sutawijaya  mengangkat dirinya jadi sultan dengan gelar Panembahan Senopati. Panembahan Senopati bergelar Senopati ing Ngalaga Sayidin Panatagama, yang menunjukan raja berkuasa atas pemerintahhan dan keagamaan. Sedangkan gelar Senopati untuk sebutan panglima perang.

Pada masa pemerintahan Panembahan Senopati Mataram Islam merupakan sebuah kerajaan agraris yang beribukota di Kotagede. Dibawah kepemimpinanya, Kerajaan Mataram Islam tumbuh menjadi kerajaan yang besar dan berhasil menguasai daerah Kerajaan Pajang yang sedang dilanda perang saudara.

Panembahan Senopati juga berhasil menyatukan wilayah-wilayah yang melepaskan diri dari Kerajaan Pajang. Di bawah kepemimpinan Panembahan Senopati, desa tumbuh menjadi kota yang makmur dan ramai, banyak sekali kerajaan-kerajaan yang menjadi daerah taklukannya, antara lain Kedu, Bagelen, Pajang, dan Mangiran, kemudian sebagian wilayah bang Wetan yaitu Blora, Madiun, Pasuruan, Ponorogo serta sebagian wilayah Utara Jawa yaitu Jepara, Demak, dan Pati yang menjadikan wilayah Mataram semakin luas.

Pada masa Panembahan Senomati penyebaran agama Islam syiar agama Islam berlangsung dengan baik. Agama Islam sudah dianut oleh beberapa orang Jawa di zaman Mataram. Kebijakan Panembahan Senopati tentang agama di Kerajaan Mataram Islam misalnya mengangkat para wali Kadilangu (dekat Demak) sebagai penasihat dan pembimbingnya. 

Selain itu dalam pengembangan agama Islam, ia juga tradisi Islam Kejawen dan Islam Pesantren di Kerajaan Mataram Islam. Panembahan Senopati juga menjadikan agama Islam sebagai dasar tata pemerintahan di dalam Kerajaan Mataram Islam.

Panembahan Senopati wafat tahun 1601 M dan dimakamkan di Kotagede, dan diganti putranya Mas Jolang yang bergelar Panembahan Hanyokrowati.

Pemerintahan Mas Jolang (Panembahan Hanyokrowati)

Setelah wafatnya Panembahan Senopati, kepemimpinan Kesultanan Mataram dipimpin oleh anaknya yang bernama Mas Jolang dengan gelar Ingkang Sinuwun Kangjeng Susuhunan Adi Prabu Hanyakrawati, Senapati ing Ngalaga Sayidin Panatagama, Panembahan Mataram. Pemerintahan Raden Mas Jolang hanya berjalan sebentar karena dirinya meninggal saat berburu.

Raden Mas Jolang merupakan putra dari Panembahan Senopati Ngalaga yang lahir dari rahim Ratu Mas Mustika Jawi. Sehingga, Raden Mas Jolang masih merupakan cucu dari Pemanahan atau Ki Ageng Mataram dan Ki Penjawi atau Ki Ageng Pati. Raden Mas Jolang kemudian menikah dengan Ratu Tulungayu dan Dyah Banowati.

Sebagai raja kedua yang bertahta dari 1601-1609, Panembahan Hanyakrawati meneruskan pembangunan Kotagede (Benteng Besar) sebagai pusat pemerintahan Mataram Islam.

Perang Saudara

Semasa pemerintahan Raden Mas Jolang, muncul perang saudara yang disebabkan oleh Pangeran Puger dan Pangeran Jayaraga. Pangeran Puger adalah putra Senopati Ngalaga dengan selir bernama Nyai Adisara. Pangeran Puger merasa dirinya lebih berhak atas takhta Mataram karena merasa sebagai putra tertua sesudah Raden Mas Rangga Samudra yang merupakan putra dari Senopati Ngalaga dengan Rara Semangkin, namun dirinya sudah meninggal saat berusia 12 tahun.

Pangeran Puger merasa sakit hati hingga tidak mau menghadiri pertemuan kenegaraan karena ketika penobatan, Raden Mas Jolang yang terpilih sebagai Raja Mataram. Setelah diangkat sebagai adipati Demak, Pangeran Puger justru memberontak kepada Mataram. Perang antara Mataram dan Demak tidak dapat dihindari lagi. Dalam peperangan itu pasukan Demak dapat dihancurkan oleh pasukan Mataram. Pangeran Puger dapat ditangkap. Atas kebijakan Mas Jolang, Pangeran Puger dibuang ke Kudus pada tahun 1605.

Di samping pemberontakan Pangeran Puger, terjadi juga pemberontakan Pangeran Jayaraga pada tahun 1607. Adipati Ponorogo yang masih merupakan adik Mas Jolang tersebut memberontak kepada Mataram karena merasa tidak puas akan pemerintahan Raden Mas Jolang.

Sebagaimana Pangeran Puger, Pangeran Jayaraga berhasil ditaklukkan oleh Pangeran Pringgalaya, kemudian dirinya dibuang ke Masjid Watu, di daerah Nusakambangan.

Raden Mas Jolang meninggal pada tahun 1613 karena kecelakaan waktu berburu kijang di Hutan Krapyak. Ia kemudian dimakamkan di Astana Kapura Kotagede. Karena meninggal pada saat berburu, ia mendapat gelar “Panembahan Seda Ing Krapyak”. 

Pemerintahan Raden Mas Rangsang (Sultan Agung Hanyokrokusumo)

Sepeninggal Raden Mas Jolang, Kesultanan Mataram Islam mengangkat raden Mas Rangsang atau dikenal juga dengan nama Raden Mas Jatmika untuk meneruskan tahta. Raden Mas Rangsang bergelar Sultan Agung Hanyokrokusumo merupakan putra dari pasangan Prabu Hanyokrowati dan Ratu Mas Adi Dyah Banowati. Sultan Agung naik takhta pada tahun 1613 dalam usia 20 tahun.

Pada masa pemerintahan Sultan Agung daerah pesisir seperi Surabaya dan Madura berhasil ditaklukan. Pada kurun waktu 1613 sampai 1645 wilayah kekuasaan Mataram Islam meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur dan sebagian Jawa Barat. Kehadiran Sultan Agung sebagai penguasa tertinggi, membawa Kerajaan Mataram Islam kepada peradaban kebudayaan pada tingkat yeng lebih tinggi. 

Sultan Agung memiliki berbagai keahlian baik dalam bidang militer, politik, ekonomi, sosial dan budaya,yang menjadikan peradaban kerajaan Mataram pada tingkat yang lebih tinggi.

Sultan Agung  merupakan penguasa lokal pertama yang secara besar-besaran melakukan perlawanan dengan Belanda yang kala itu hadir lewat kongsi dagang VOC (Vereenigde Ooos Indische Compagnie). Perlawanan Sultan Agung terhadap VOC di Batavia dilakukan pada tahun 1628 dan 1629. 

Perlawanan tersebut disebabkan karena Sulan Agung menyadari bahwa kehadiran VOC di Batavia dapat membahayakan hegemoni kekuasaan Mataram Islam di Pulau Jawa. Kekuasaan Mataram Islam pada waktu itu meliputi hampir seluruh Jawa dari Pasuruan sampai Cirebon. 

Sementara itu VOC telah menguasai beberapa wilayah seperti di Batavia. Selain itu, kehadiran VOC akan menghambat penyebaran agama Islam di Jawa yang dilakukan Sultan Agung. Sultan Agung memiliki prinsip untuk tidak penah bersedia berkompromi dengan VOC maupun penjajah lainnya. 

Namun serangan Mataram Islam terhadap VOC yang berkedudukan di Batavia mengalami kegagalan disebabkan tentara VOC membakar lumbung persediaan makanan pasukan kerajaan Mataram Islam pada saat itu.

Setelah dua kali gagal dalam penyerangan ke Batavia, Sultan Agung tidak lagi mengadakan serangan.

Menjelang tahun 1645 Sultan Agung merasa ajalnya sudah dekat. Dia membangun Astana Imogiri sebagai pusat pemakaman keluarga raja-raja Kesultanan Mataram mulai dari dirinya. Sultan juga menuliskan serat Sastra Gending sebagai tuntunan hidup trah Mataram. Sesuai dengan wasiatnya, Sultan Agung yang meninggal dunia tahun 1645 digantikan oleh putranya yang bernama Raden Mas Sayidin sebagai raja Mataram.

Pemerintahan Raden Mas Sayidin (Amangkurat I)

Setelah Sultan Agung wafat, Raden Mas Sayyidin naik takhta dengan gelar Sultan Amangkurat Senapati ing Alaga Ngabdur Rahman Sayidin Panatagama atau biasa disebut Amangkurat I.

Amangkurat I lahir pada 1618 atau 1619 dengan nama Raden Mas Sayyidin. Ia adalah putra dari Sultan Agung dari istrinya yang bergelar Ratu Wetan, putri Adipati Batang. 

Menurut silsilahnya, ia adalah cicit dari Panembahan Senopati, pendiri Kerajaan Mataram Islam. Amangkurat I memiliki dua permaisuri yang bergelar Ratu Kulon dan Ratu Wetan. Dari Ratu Kulon inilah ia mendapatkan putra mahkota bernama Pangeran Adipati Anom, yang kemudian mewarisi takhta Mataram dan memerintah dengan gelar Amangkurat II.

Menurut Babad ing Sengkala, pada tahun 1647 Amangkurat I memindahkan keraton yang sebelumnya di Kotagede ke Plered. Amangkurat I bertolak belakang dengan ayahnya Sultan Agung.

Pada tahun pemerintahannya Amangkurat I telah menandatangani perjanjian damai dengan persekutuan dagang VOC yang berisi enam pasal.  Keenam pasal tersebut, yaitu: mengatur pengiriman utusan Belanda ke Mataram, kesediaan Belanda mengatur perjalanan ulama Mataram, pembebasan tawanan Belanda di Mataram, penyerahan orang-orang berutang, perang bersama, dan pelayaran bebas di Kepulauan Maluku. 

Perjanjian ini ditandatangai pada tanggal 24 September 1646. Perjanjian ini disambut baik oleh Belanda. Dentuman-dentuman meriam sebagai wujud perayaan perdamaian terdengar dari loji-loji Belanda. Oleh Amangkurat I perjanjian ini menjadi bukti bahwa VOC telah takluk dengan kekuasaan Mataram.

Semasa pemerintahan Amangkurat I banyak terjadi kasus pembunuhan hingga pemberontakan contohnya pemberontakan Trunajaya.

Pada pertengahan 1670-an, ketidakpuasan para pejabat Mataram terhadap raja berubah menjadi pemberontakan terbuka, dimulai dari Jawa Timur. Raden Mas Rahmat bersekongkol dengan Panembahan Rama dari Klaten. Melalui Panembahan Rama, Raden Mas Rahmat kemudian dikenalkan kepada menantunya, Trunojoyo, seorang bangsawan dari Madura.

Raden Trunajaya, seorang pangeran dari Madura, memimpin pemberontakan yang didukung oleh para pejuang dari Kesultanan Gowa, dipimpin oleh Karaeng Galesong (salah satu putra Sultan Hasanuddin), yang merebut Keraton Plered pada pertengahan 1677.

Akhirnya Amangkurat II dan Trunojoyo berhasil menggulingkan kekuasaan Amangkurat I dan menguasai Mataram.

Amangkurat I meninggal di Wanayasa ketika dalam pelarian dari Trunajaya, dan berwasiat agar ia dimakamkan di dekat gurunya. Lokasinya kini ada di Pesarean, Adiwerna, Tegal. Karena tanahnya berbau harum, daerah tempat Amangkurat I dimakamkan dijuluki "Tegalarum" atau "Tegalwangi". Dengan demikian, Amangkurat I dijuluki dengan nama anumertanya, Sunan Tegalarum atau Sunan Tegalwangi.

Ia digantikan oleh Raden Mas Rahmat pada 1677, yang memerintah sebagai Amangkurat II. Amangkurat II pada akhirnya dapat menumpas pemberontakan dan menangkap Trunajaya setelah beberapa pertempuran yang sengit, dimana Trunajaya kemudian dihukum mati dengan ditusuk keris. Perdamaian di Jawa akhirnya baru dipulihkan pada tahun 1682.

Pemerintahan Raden Mas Rahmat (Amangkurat II)

Sunan Amangkurat II adalah susuhunan Mataram kelima yang memerintah dari tahun 1677 hingga 1703 dan memindahkan pusat pemerintahannya dari Keraton Plered menuju ke Keraton Kartasura. Ia merupakan sunan yang suka memakai seragam angkatan laut Belanda sehingga Amangkurat II dijuluki sebagai Sunan Amral. "Amral" merupakan ejaan Jawa untuk admiral (laksamana).

Sunan Amangkurat II adalah putra dari Amangkurat I dan Ratu Kulon, dan memiliki nama asli Raden Mas Rahmat. Setelah ibunya meninggal dunia, ia dibesarkan di Surabaya oleh kakeknya dari pihak ibu, Pangeran Pekik.

Semasa menjadi putra mahkota, Raden Mas Rahmat berselisih dengan ayahnya sendiri karena ada berita bahwa jabatan Adipati Anom (putra mahkota) akan digantikan dengan putra Amangkurat I yang lain, yaitu Pangeran Singasari.

Akhirnya pada tahun 1661, Raden Mas Rahmat melakukan pemberontakan, tetapi Amangkurat I dapat menumpasnya.

Pada tahun 1680, Amangkurat II memerintahkan pembersihan hutan di daerah Wanakarta untuk dibangun sebuah keraton baru. Keraton ini kemudian diberi nama Keraton Kartasura.

gambar kraton kartasura
Gambar. Sisa Kraton Kartasura


Sumber:

***


0 Response to "Sejarah Kerajaan Mataram Islam"

Posting Komentar