Kerajaan Makassar terdiri dari dwi tunggal kerajaan yaitu Gowa dan Tallo yang kemudian bergabung menjadi satu pada pertengahan abad ke-16. Pada mulanya kerajaan Gowa hanyalah sebuah kerajaan kecil. Kerajaan ini aslinya terdiri dari sembilan daerah yaitu Tombalo, Laking, Saumata, Parang-parang, Data’, Agong Jene, Besir, Railing, dan Sero.
Proses Islamisasi
Proses Islamisasi di daerah Gowa dapat diketahui dari hikayat-hikayat Gowa-Tallo dan Wajo. Pengembangan Islam di Jawa berlangsung secara damai. Mubaligh-mubaligh yang berjasa menanamkan Islam di daerah ini adalah Dato’ Ri Bandang, Dato’ Sulaimana, Dato’ Patimang, dan Dato’ ri Tiro. Pada tahun 1603 kedua raja penguasa dwi tunggal kerajaan Gowa Tallo masuk Islam. Raja Gowa, Daeng Manrabia, secara resmi masuk Islam dan mengambil gelar Sultan Alauddin. Raja Tallo, Karaeng Matoaya setelah masuk Islam mengambil gelar Sultan Adullah. Kedua raja islam pertama di kerajaan Makassar ini memperoleh julukan Awalul Islam. Kedua raja ini giat dalam memperluas pengaruh islam serta memperluas wilayah kekuasaannya. Wilayah kekuasaan kerajaan Makassar meliputi sebagian besar Sulawesi Selatan serta pulau-pulau di sekitarnya sampai ke Nusa Tenggara Timur.
Dato' Ri Bandang ialah seorang ulama berasal dari Koto Tangah, Minangkabau yang bernama asli Abdul Makmur dengan gelar Khatib Tunggal.
Corak Kehidupan Ekonomi
Peranan kerajaan Gowa - Tallo dalam perdagangan adalah sebagai bandar transito bagi perdagangan rempah-rempah. Pelabuhan kerajaan Gowa Tallo disebut Sombaopu-Makassar yang oleh orang-orang Makassar disebut Ujungpandang sekarang ini. Sultan Alauddin dan Abdullah merupakan sosok raja yang sangat menentang praktek monopoli perdagangan.
Peranan kerajaan Gowa - Tallo dalam perdagangan adalah sebagai bandar transito bagi perdagangan rempah-rempah. Pelabuhan kerajaan Gowa Tallo disebut Sombaopu-Makassar yang oleh orang-orang Makassar disebut Ujungpandang sekarang ini. Sultan Alauddin dan Abdullah merupakan sosok raja yang sangat menentang praktek monopoli perdagangan.
Corak Kehidupan Politik
Sultan Makassar secara terang-terangan menentang tindakan Belanda di Maluku. Sampai wafatnya pada 1639 Sultan Alauddin adalah musuh bebuyutan bagi Belanda. Perjuangannya dilanjutkan oleh putranya, Sultan Muhammad Said, yang tidak segan-segan mengirimkan armadanya ke Maluku untuk membantu rakyat melawan penjajah.
Pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin (1654-1660), Kerajaan Makassar mencapai puncak kejayaannya. Ia berhasil membangun Makassar menjadi kerajaan yang menguasai jalur perdagangan di wilayah Indonesia Bagian Timur. Persaingan antara Goa-Tallo (Makassar) dengan Bone yang berlangsung cukup lama diakhiri dengan keterlibatan Belanda dalam Perang Makassar (1660-1669). Keberaniannya melawan Belanda membuat Sultan Hasanuddin dijuluki “Ayam Jantan dari Timur oleh orang-orang Belanda sendiri. Dalam perang ini Hasanuddin tidak berhasil mematahkan ambisi Belanda untuk menguasai Makassar. Dengan terpaksa, Makassar harus menyetujui Perjanjian Bongaya (1667) yang isinya sesuai dengan keinginan Belanda, yaitu:
Sultan Makassar secara terang-terangan menentang tindakan Belanda di Maluku. Sampai wafatnya pada 1639 Sultan Alauddin adalah musuh bebuyutan bagi Belanda. Perjuangannya dilanjutkan oleh putranya, Sultan Muhammad Said, yang tidak segan-segan mengirimkan armadanya ke Maluku untuk membantu rakyat melawan penjajah.
- Belanda memperoleh monopoli dagang rempah-rempah di Makassar.
- Belanda mendirikan benteng pertahanan di Makassar.
- Makassar harus melepaskan daerah kekuasaannya berupa daerah di luar Makassar.
- Aru Palaka diakui sebagai Raja Bone.
Gambar. Hasil Perjanjian Bongaya 1667 Sumber. Library.lontar.org |
Rakyat Makassar marah atas keputusan Perjanjian Bongaya. Perlawanan rakyat Makassar kian berkobar dan berlangsung hampir dua tahun. Banyak pejuang Makassar pergi ke daerah-daerah lain, seperti Banten, Madura, dan sebagainya guna membantu daerah-daerah bersangkutan dalam upaya mengusir VOC. Pejuang tersebut di antaranya Karaeng Galesung, Monte Marano yang membantu perjuangan rakyat di Jawa Timur.
Sementara itu Aru Palaka semakin leluasa untuk menguasai daerah Soppeng dengan pengawasan dan pantauan dari VOC. Setelah perjuangan rakyat Makassar benar-benar padam, Makassar pun jatuh ke tangan VOC secara keseluruhan. Sebutan Makasar sebagai pusat perdagangan bebas, lenyap begitu saja.
Kehidupan Sosial Budaya
Mengingat Makasar sebagai kerajaan maritim dengan sumber kehidupan masyarakat pada aktivitas pelayaran perdagangan maka sebagian besar kebudayaannya dipengaruhi oleh keadaan tersebut. Hasil kebudayaan yang terkenal dari Makasar adalah perahu Pinisi dan Lambo. Selain itu juga berkembang kebudayaan lain seperti seni bangun, seni sastra, seni suara dan sebagainya.
Kata Kunci
Sejarah Kesultanan Makassar, Aru Palaka, VOC *
0 Response to "Sejarah Kesultanan Makassar"
Posting Komentar