Ngomongin tentang pendidikan mari kita lihat sejarah pendidikan di Indonesia jauh ke belakang. Pendidikan di Indonesia yang saat itu bernama Hindia Belanda mulai dicanangkan dan diatur oleh pemerintah Kolonial Belanda setelah ada kebijakan Politik Etis.
|
Gambar. Sekolah OSVIA |
Politik Etis merupakan kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah kolonial Belanda di Hindia Belanda (sekarang Indonesia) pada awal abad ke-20. Kebijakan ini muncul sebagai bentuk tanggapan atas kritik terhadap eksploitasi yang dilakukan pemerintah kolonial Belanda selama bertahun-tahun, terutama melalui sistem tanam paksa (Culturstelsel).
Baca Juga:
Kebijakan Politik Etis didasarkan pada pemikiran bahwa pemerintah kolonial memiliki tanggung jawab moral untuk memperbaiki kondisi hidup masyarakat yang telah lama tertindas.
Tujuan utama dari Politik Etis ialah untuk meningkatkan taraf hidup rakyat pribumi melalui tiga program utama, yaitu:
- Irigasi: Pembangunan sistem irigasi untuk meningkatkan produktivitas pertanian.
- Edukasi: Perluasan akses pendidikan bagi rakyat pribumi.
- Emigrasi: Membuka peluang bagi orang-orang Jawa untuk merantau ke daerah-daerah lain di Hindia Belanda.
Politik Etis melahirkan sekolah-sekolah bagi kaum pribumi, tidak hanya sekolah rendah, tetapi juga sekolah menengah, sekolah keguruan, dan sekolah tinggi. Beberapa jenis sekolah yang didirikan di masa Politik Etis, di antaranya sebagai berikut:
- Europeesche Lagere School (ELS)
- Tweede Klasse School (Sekolah Kelas Dua)
- Volksschool (Sekolah Desa)
- Hollands Chinese School (HCS)
- Hollands Indische School (HIS)
- Mulo Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO)
- Normaalscholen voor de Opleiding van Inlandsche Hulponderwijzers (Sekolah Guru Bantu Pribumi)
- Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren (OSVIA)
Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren (OSVIA)
OSVIA (Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren) adalah sekolah pendidikan untuk calon pegawai bumiputera pada masa Hindia Belanda. OSVIA didirikan pada tahun 1900 dan tersebar di beberapa kota di Jawa dan Sumatera Barat.
Setelah lulus mereka dipekerjakan dalam pemerintahan kolonial sebagai pamong praja atau ambtenaar. Sekolah ini dimasukkan ke dalam sekolah ketrampilan tingkat menengah dan mempelajari soal-soal administrasi pemerintahan.
Masa belajarnya lima tahun, sejak tahun 1908 masa belajar ditambah menjadi tujuh tahun. Pada umumnya murid yang diterima di sekolah ini berusia 12-16 tahun. Sebelumnya sekolah OSVIA bernama Hoofden School (sekolah para pemimpin). Sekarang OSVIA bertransformasi menjadi Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN).
Pada tahun 1927, OSVIA direorganisir menjadi MOSVIA (Middlebaar Opleidingsschool voor Indische Amtenaren). Lama pendidikan di MOSVIA tiga tahun dan menerima lulusan dari MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs). Namun pada tahun 1932, MOSVIA juga resmi ditutup karena adanya krisis moneter.
Perihal keturunan merupakan faktor penting dalam penerimaan siswa di OSVIA. Hal ini ditetapkan dalam suatu peraturan yang dikeluarkan tahun 1919 oleh pemerintah Belanda. Meskipun uang pembayaran sekolah disesuaikan dengan penghasilan orang tua, bagi keluarga berpenghasilan rendah yang menyekolahkan anaknya di OSVIA biaya itu tetap dirasakan mahal.
Penerimaan siswa sering harus disertai surat rekomendasi pribadi pejabat Binnenlands Bestuur dan para bupati. Bupati-bupati itu dapat menggunakan haknya untuk mengajukan sanak saudaranya dan orang-orang yang disukainya. Oleh karena itu hanya golongan priyayi saja yang mampu menyekolahkan anak-anak mereka di OSVIA. Hal ini menyebabkan OSVIA juga disebut sebagai Sekolah Raja.
Disebut Sekolah Raja
Calon pelajar OSVIA disyaratkan harus menguasai bahasa Melayu dan bahasa Belanda dengan baik serta telah menempuh pendidikan di Europeesche Lagere School atau Hollandsch Inlandsch School (Brugmans, 1938; 293). Ini artinya, hanya anakanak kalangan ningrat saja yang dapat bersekolah di OSVIA mengingat kebanyakan lulusan ELS dan HIS berasal dari kalangan ningrat yang cenderung lebih mudah diajak bekerja sama oleh pemerintah kolonial.
Maka dari situ, OSVIA mendapat sebutan sekolah raja sebab hanya anak raja atau bangsawan yang diterima di sekolah tersebut. Sebelum bersekolah di OSVIA, calon siswa mengikuti pendidikan persiapan (Voorberediende Afdeeling) terlebih dahulu.
Pendidikan tersebut meliputi bahasa (Belanda dan Melayu), geografi Hindia Belanda, prinsip-prinsip pengetahuan alam, aritmatika, morfologi dan geometri, menggambar tangan dan menulis halus. Hanya anak di bawah usia lima belas tahun dan sudah menyelesaikan pendidikan di HIS atau ELS yang berhak mengikuti pendidikan persiapan OSVIA.
Anak yang tidak sempat mengikuti pendidikan persiapan juga diperbolehkan bersekolah di OSVIA asalkan berusia di bawah 17 tahun. Biaya sekolah dipungut menurut siapa yang lahir terlebih dahulu. Untuk anak pertama dipungut biaya 10 gulden per bulan, anak kedua 6 gulden, dan 4 gulden untuk setiap anak berikutnya dari keluarga yang sama. Beberapa siswa juga dapat mengikuti pendidikan di OSVIA secara gratis dengan pertimbangan tertentu (Kats, 1915; 72).
Referensi
0 Response to "Biaya Pendidikan UKT Itu Sudah ada Sejak Zaman Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda"
Posting Komentar